Our previous journey: Kuwait

Sunday, February 27, 2005

Baby Blues ooo Baby Blues

Masih segar dalam ingatan saya pengalaman melahirkan putri pertama kami. Saya mengalami proses yang cukup lama dan sulit, karena pembukaan mulut rahim saya tergolong lambat. Rasa lelahnya benar-benar tak terbayangkan dan tak bisa dijelaskan.

Tiga hari di rumah sakit, saya manfaatkan untuk memulihkan tenaga. Dan mulai “berkenalan” dengan peri kecil kami. Ketika tiba waktunya pulang ke rumah, mulai bermunculan pikiran-pikiran tak terkontrol yang memenuhi kepala saya. Ada rasa bahagia, rasa senang, rasa haru saat mendekap mahluk mungil ini, sekaligus bercampur dengan rasa tak mampu mengurus anak dan rasa lelah yang membuat saya sering menangis tiba-tiba, tak jelas penyebabnya. Awalnya saya tak menyadari apa yang saya alami ini. Saya hanya mencoba menangis sepuasnya di pundak suami saya. Lalu terlintas dalam pikiran saya, inikah yang namanya “baby blues”? Apakah saya mengalami “baby blues”?
Akhirnya saya berusaha mencari tahu. Ternyata saya tidak sendiri, hampir 80% wanita yang baru pertama kali melahirkan, pernah mengalami hal ini. Setidaknya kenyataan ini sedikit memperingan beban pikiran saya. Dan berkat dukungan dari suami beserta keluarga, saya berhasil melewati masa penuh haru biru itu.

Apa sih “baby blues” itu?
Kelahiran bayi membuat perubahan besar pada tubuh dan hidup kita. Cukup masuk akal kalau dikatakan bahwa penyebab utamanya adalah perubahan hormon-hormon yang drastis. Kadar estrogen dan progesteron turun mendadak setelah peristiwa kelahiran. Inilah yang disinyalir menjadi penyebab munculnya depresi atau “baby blues” atau biasa juga disebut postpartum blues alias sindrom depresi paska melahirkan.
“Jabatan” baru sebagai “new Mommy”, yang berarti pula tanggung jawab baru yang sebelumnya tak pernah kita bayangkan, membuat kita terkejut.
Keletihan setelah melahirkan ditambah lagi dengan kesibukan mengurus bayi, yang seakan tidak ada habisnya, makin membuat kita merasa tidak mampu memenuhi tuntutan untuk menjadi seorang Ibu.
Munculnya perasaan kehilangan diri kita yang dulu juga lazim dirasakan. Bersamaan dengan lahirnya bayi, kita merasakan tidak sebebas dulu lagi. Belum lagi masalah penampilan yang juga berubah. Sebelumnya kita gemuk karena hamil, sekarang kita hanya gemuk saja. Baju-baju sebelum kita hamil tidak ada yang muat lagi, sementara kita tidak ingin lagi mengenakan pakaian hamil.
Satu-satunya kenyataan yang menyenangkan adalah hal ini tak akan berlangsung lama. Paling-paling bertahan antara satu minggu hingga satu bulan.

Bagaimana kita tahu kita mengalami “baby blues”?
Gejala-gejala umum yang biasa dirasakan adalah :
1. kecemasan,
2. sedih atau perasaan kehilangan,
3. stres dan merasa tegang,
4. tidak sabaran dan mudah marah,
5. menangis tanpa sebab,
6. mood yang berubah-ubah,
7. sulit berkonsentrasi,
8. sulit tidur,
9. merasa lelah yang berlebihan,
10. tidak ingin keluar rumah, malas berdandan, dan malas membersihkan rumah.

Bagaimana menghilangkan sindrom ini?
“Baby blues” biasanya hilang dengan sendirinya. Bisa memakan waktu antara satu minggu hingga satu bulan. Beberapa hal yang dapat membantu kita melewati masa-masa ini adalah :
1. Bercerita pada orang yang pernah punya pengalaman sama, atau pada orang yang kita percaya, seperti Ibu, suami, dan sahabat.
2. Jika kondisi fisik kita sudah lebih baik, cari udara segar atau pergi refreshing bersama suami atau sahabat. Beri kesempatan pada diri kita sendiri untuk bisa merasakan kebahagiaan dan kesenangan.
3. Ikut kelompok-kelompok seperti mailing list, yang bisa men-support kita.
4. Minta para suami untuk membantu kita melaksanakan tugas sehari-hari dan libatkan dalam hal mengurus anak. Katakan pada mereka, bahwa kita butuh dukungan yang besar dari pasangan kita. Ceritakan pada mereka bahwa ini adalah pengaruh hormon dan tak akan berlangsung lama.
5. Terima bantuan yang ditawarkan orang-orang di sekeliling kita. Semua orang pasti paham, mengurus bayi pertama kali adalah pengalaman yang cukup berat.
6. Coba untuk tidur atau istirahat. Kurang tidur dapat memperparah keadaan ini. Minta bantuan Ibu atau saudara kita untuk menjaga bayi, sementara kita tidur.
7. Tak usah berpikir semuanya harus sempurna. Bayi adalah prioritas kita saat ini. Jika tak sempat membereskan rumah, tak usah memaksakan diri. Toh, semua orang juga bisa maklum. Saat ini, kita harus melepaskan atribut kita sebagai mrs. Perfect, mrs. Neat, mrs. Clean, dll, yang dapat makin membebani kita.
8. Makan makanan sehat. Beri tubuh kita nutrisi yang baik, apalagi kalau kita menyusui bayi kita.
9. Cintai diri kita sendiri. Menjadi Ibu dan melahirkan bayi adalah anugerah terindah yang pernah kita rasakan. Berbanggalah dengan “profesi” baru ini.

Depresi paska melahirkan yang parah, yang memerlukan terapi profesional, sangat jarang terjadi. Bila depresi ini berlangsung lebih dari sebulan, disertai kesulitan tidur, kurang nafsu makan, perasaan putus asa, keinginan untuk bunuh diri dan dorongan untuk menyakiti bayi sendiri, segeralah cari bantuan profesional.

Referensi :
1. www.thefamilycorner.com
2. Waiting for Bebe : A Pregnancy Guide by Lourdez Alcaniz.
3. What to Expect When You’re Expecting by Arlene Eisenberg, H. Murkoff, Sandy E. Hathaway.

2 comments:

notperfectwoman said...

hallo Bu...
thanks bgt artikelnya. Iya nih saya juga lg jaga2 biar ga kena sindrom baby blues yang parah. doakan ya, biar kami bisa merawat my little hero...

Anonymous said...

dear all..

saya ibu seorang anak usia 7 bulan..usia saya sendiri 25tahun, saya hanyau seorang ibu rumah tangga biasa.ada baby sitter yang bantu urus anak saya, tapi sejak awal melahirkan hingga saat ini saya sering merasa stress terutama bila terjadi hal2 yg tidak diinginkan pada anak, saya sering berpikiran negatif dan saya sering trauma apabila dia menangis sampai saya kehilangan nafsu makan. saya bahkan pernah konflik dengan tetangga karena suara bising yang mereka timbulkan dan ganggu anak saya tidur.

saya merasa tidak bebas lagi dan sering berpikir untuk kembali ke masa single.hal lain seperti saya sangat memperhatikan jadwal makan dan minum susu, porsi tidur yang cukup bahkan kotoran anak pun saya sangat ingin tahu.sekarang hanya anak lah prioritas utama bahkan suami pun saya kurang perhatikan.

saya merasa tersiksa dengan perasaan kuatir yang berlebihan ttg perkembangan anak dan kesehatan nya dan saya merasa tidak bahagia lagi dlm hidup ini..bahkan saya pernah berpikir untuk tinggalkan dunia ini dengan menjadi seorang biarawati dan menyuruh anak saya kelak menjadi seorang biarawan saja.
tolong kasih sarannya dan apa yg hrs saya lakukan agar terlepas dari stres ini dan menikmati peran saya sebagai seorang ibu dan istri yang baik.
terima kasih banyak