Our previous journey: Kuwait

Wednesday, January 31, 2007

Menuju Petualangan Baru


Hari ini Papin mendapat kabar kalau Bader, seorang creative manager di Alwatan TV Kuwait menyukai pekerjaan papin & menanyakan apakah papin bersedia bekerja di Kuwait.

Dhoeng! Kuwait! Ngga kebayang seperti apa Kuwait itu. Cuma tahu sedikit tentang Kuwait dari kakak perempuan Eman yang tinggal di sana. Selain itu, ya bekas negara yang diinvasi Irak. Itu saja. 

Kami pun langsung  mencari tahu tentang Kuwait di internet dan berharap menemukan blog orang Indonesia yang tinggal di sana. Ternyata tidak banyak, sulit sekali menemukan informasi tentang negara ini. Berbagai pertanyaan mengalir - seperti bagaimana tinggal sebagai keluarga di sana, keamanan, hukum Islam, pengeluaran, sekolah, makanan Indonesia, dll - dan tidak banyak jawaban yang bisa kami dapatkan. Sementara Kuwait sendiri memang bukan negara tujuan wisata, jadi sulit menemukan informasi. Dari hasil 'mblusuk-mblusuk' di dunia maya, akhirnya kami menemukan 1 blog milik orang Indonesia yang cukup lengkap dan detil menggambarkan bagaimana kehidupan sehari-hari di Kuwait. Pemiliknya adalah Didats, seorang web designer yang mulai menginjakkan kaki di Kuwait tahun 2006. Berbekal kisah kesehariannya, kami nekad memutuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kami harus mengalaminya. Dan dimulailah sebuah babak petualangan baru untuk keluarga kecil kami.

Sunday, January 21, 2007

Aroma Sedap dari Dapur Maya



Memasak selain merupakan kebutuhan juga merupakan kegiatan yang menyenangkan. Bahkan sekarang banyak muncul klub-klub masak dan memiliki prestise tersendiri. Kalau dulu memasak identik dengan "si mbok" atau ibu-ibu paruh baya, sekarang lihat sendiri...ibu-ibu muda bahkan wanita muda yang belum menikah tak segan turun ke dapur.


Fenomena ini tampaknya berkembang sejalan dengan makin mudahnya masyarakat mengakses internet dan kebutuhan akan memasak sendiri, yang sudah memasuki fase merupakan "gaya hidup." Coba saja "googling" di internet tentang sebuah topik masakan, ribuan topik akan bermunculan, dari mulai resep, sekolah kuliner sampai blog-blog tentang masak. Kalau dulu saya harus menelpon atau menghubungi ibu saya hanya untuk mendapatkan sebuah resep, kini hanya tinggal dengan sebuah "klik", ratusan bahkan ribuan resep dengan berbagai variasinya akan muncul di layar monitor. Mulai dari resep sayur lodeh sampe chicken cordon bleu ada di sini lengkap dengan step by step cara membuatnya. Favorit saya adalah sebuah situs pribadi milik Riri dan Belanga, yang cukup lengkap dan sistematis menyajikan aneka resep menu makanan, dari sambal, makanan kecil, hidangan penutup hingga makanan berat.

Tak hanya sampai di situ, klub-klub masak dan mailing list masak lokal pun bermunculan untuk mengakomodasi hobi memasak seseorang, sebut saja Natural Cooking Club, Dapur Bunda dan Belajar Memasak. Semua orang bebas bergabung, tak terkecuali saya yang tak pandai memasak. Justru dari sinilah, saya dapat belajar dan bertukar informasi dengan anggota lainnya bahkan dengan para pakar dan suhu kuliner. Seperti yang dilakukan Budi, seorang pakar boga, yang tak segan berbagi ilmu kuliner dan boga pada yang membutuhkan, dan siap menjawab keingintahuan kita, melalui blognya. Pertukaran ilmu tak hanya dilakukan di dunia maya. Secara berkala sering diadakan pula kursus memasak atau membuat kue. Tempatnya bisa di salah satu rumah anggota, di toko bahan kue, gedung pertemuan bahkan hotel bintang lima.

Dari sinilah kemudian bermunculan blog/situs pribadi yang mengusung topik masak-memasak/resep atau biasa dikenal dengan Food Blog (Foodlog). Tak sulit bagi saya untuk dapat mengetahui resep andalan keluarga seseorang. Dan tentunya cerita seru dibalik resep yang ada. Ibu-ibu sekarang, tidak lagi hanya berkutat dalam kepulan hawa dapur yang panas, tapi juga tak gagap teknologi. Canggih yah? Untuk bisa membuat blog setidaknya kita perlu memahami bahasa-bahasa sederhana HTML, bisa mengoperasikan kamera digital, bahkan kamera video (untuk membuat video blog), menguasai teknik fotografi sederhana dan menguasai photoshop secara garis besar. Ya...
Inilah yang terjadi ketika kesibukan di dapur bertaut dengan kemampuan yang melek teknologi.

Melalui blog, mereka termasuk saya "memamerkan" hasil karya di dapur. Tak pelak keinginan untuk memamerkan karya food photography yang apik juga ikut muncul. Coba perhatikan foto-foto kuliner karya Riana dan Eliza. Atau Cupcakeblog, Chubby Hubby dan The Food Palate. Cantik bukan? Ajang pajang karya di blog juga dapat terus mengasah rasa percaya diri dan kecintaan pada dunia kuliner. Kemudian saling bertukar komentar dengan pengunjung blog dan akhirnya menjalin tali pertemanan. Tak tanggung-tanggung, saya bisa mendapatkan teman yang tinggal di belahan dunia lain. Bahkan saling menghantarkan "hasil karya" ke rumah teman-teman masing-masing.

Banyak pula yang menjadikan blog sebagai ajang promosi kepandaian seseorang membuat kue atau memasak. Kita bisa memesan kue melalui blog. Tengok saja yang dilakukan Yuli, melalui Proyekdapurku, ia menerima pesenan cupcakes untuk berbagai acara. Ada pula Peni dengan Cake miracle-nya yang bisa menghadirkan cake-cake cantik untuk acara spesial kita. Luluk dengan cap Mamalehe-nya yang spesialis bermain dengan fondant untuk dekorasi cake. Atau Nonon melalui Dapurnya yang mungil, mulai memberanikan diri mengeluarkan label sendiri mengambil nama buah hatinya, Anaya. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Seperti candu, banyak yang tadinya tak terlalu cinta dunia masak, kemudian malah terjangkiti virus kuliner. Timbul rasa ingin terus "menaklukkan" resep-resep baru. Dan semakin rajin mengikuti kursus-kursus memasak. Belum lagi tawaran kursus yang makin marak di internet. Seperti teman saya, Anne, seorang wanita karir yang memilih berhenti bekerja kemudian menjadi ibu rumah tangga, sangat tergila-gila pada kursus. Ia memang menikmati keikutsertaannya berkelana dari satu kursus dan kursus lainnya. Hasilnya tentu saja tak mengecewakan. Pada hari ulangtahun suami dan anaknya, Jasmine, ia menyiapkan sendiri cake cantik dan semua keperluan goodie bags-nya. Tentunya pujian dari orang sekitar makin menambah rasa percaya diri dan menguatkan nyalinya untuk menerima pesanan kue, dan menghadirkan masakan bak racikan chef hotel bintang lima.

Perkembangan Foodlog tak hanya sampai di sini saja. Kemampuan mengoperasikan kamera video dan editing memunculkan Foodlog yang Vlog, maksudnya Food Blog dengan Video Blog. Jadi Food Blog tidak hanya terdiri dari gambar visual saja tapi juga menggambarkannya secara audio visual. Pernah mampir ke Crashtestkitchen milik Waz dan Lenny, pasangan suami istri dari Inggris yang dinobatkan sebagai Person of the Year 2006 oleh majalah Time? Mereka melakukan inovasi Foodlog melalui genre video blog. Kegiatan mereka di dapur diabadikan dalam bentuk video dan dapat disaksikan jutaan pasang mata di seluruh penjuru dunia. Saya sendiri pernah melakukannya (silahkan klik di sini), tapi belum cukup percaya diri untuk membuat video-video kuliner berikutnya, mengingat ketrampilan memasak saya yang masih bersifat pemula.

Beralih ke manajemen resep. Masih segar dalam ingatan saya, bagaimana ibu saya menyimpan resep-resep peninggalan Eyang saya dalam bentuk buku dan tulisan tangan. Sekarang buku itu sudah berwarna kuning, kumal dan terlihat noda-noda minyak di sana-sini. Bahkan ada beberapa halaman yang sudah robek, lapuk dimakan usia. Thanks to technology, sekarang saya mem-file-kan resep-resep saya dengan bantuan software-software kuliner yang saya dapatkan dari internet (silahkan "googling"). Sebut saja Organized Gourmet. Dengan software ini, resep-resep saya tersimpan rapi lengkap dengan keywords yang memudahkan saya dalam pencarian resep. Ada juga fitur shopping list yang membantu saya mengecek bahan masak yang sudah habis dan tidak tersedia di dapur.

Jaman sudah berubah, masuk dapur tak perlu malu, tapi merupakan bagian dari gaya hidup. Punya Food Blog dan bisa masak menghadirkan kebanggaan tersendiri. Hawa dapur berhembus, aroma sedap masakan menerbitkan liur lewat dapur-dapur maya.(Dita)

Wednesday, January 10, 2007

Sekolah tanpa Ijazah : Menjadi Orangtua



Banyak yang bilang, tingkat kebahagiaan kita akan berkurang pada saat memiliki anak. Hidup tak lagi sebebas dulu. Mahluk kecil darah daging kita, menyita hampir seluruh perhatian dan tenaga. Tanggung jawab besar serasa menjadi beban di awal-awal kehidupan mereka. Di saat dunia terlelap, kita terbangun untuk mereka. Frustasi karena tangisan yang tak kita mengerti artinya dan tiada hentinya. Hidup kita seluruhnya didedikasikan untuk mereka. Tak ada lagi waktu untuk memikirkan diri sendiri. Tak ada lagi kongkow-kongkow di mal, menghabiskan uang tak karuan.Bahkan kita hanya perlu waktu 2 menit untuk mandi. Semuanya berubah. Untuk sementara panggung kehidupan sosial kita tertutup layar. Dan tiba-tiba kita merasakan pekerjaan yang sangat kompleks dan rumit.....mengurus mereka.

Sejak awal tangisan mereka membahana, kita belajar menjadi orangtua. Profesi yang tidak ada sekolahnya, tidak ada gelar dan tidak ada ijazahnya (saya menyebutnya sebagai jenjang S2, kemudian S3 dalam bidang psikologi perkembangan anak). Kita belajar dari awal, dari hal-hal sederhana seperti mengganti popok, memandikan bayi sampai bagaimana merencanakan masa depan mereka, menentukan bagaimana peran kita dalam kehidupan mereka dan tipe orangtua seperti apa yang kita dan mereka harapkan. Beribu ekspektasi dan harapan-harapan yang baik-baik, kita panjatkan, demi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tetapi dibalik itu semua ada sebuah makna yang dalam artinya dan jauh lebih membahagiakan...hidup kita menjadi lebih berarti, kita belajar bagaimana mengartikan dan memahami hidup. Ingatan kita seperti diputar balik, mengingat kembali apa yang sudah dilakukan orangtua kita terhadap anak-anaknya. Betapa perjuangan hidup yang tiada hentinya. Saat ini, kita memang merasa kurang nyaman, frustasi dan kurang tidur, tapi kita juga harus percaya, suatu hari atau suatu saat, kita akan merasakan kegembiraan dan kecintaan memiliki seorang anak.

Seperti halnya pendidikan di sekolah, menjadi orangtua juga bisa sangat membingungkan dan sulit. Tapi menjadi orangtua mengajarkan kita untuk memahami orang lain, menyaksikan keajaiban dari perkembangan anak kita, belajar kesabaran, melayani dan yang utama belajar mencintai secara tulus apa adanya. Menjadi orangtua adalah pelajaran untuk menjadi manusia seutuhnya.
Menjadi orangtua, adalah pelajaran hidup dan profesi yang tidak akan pernah berakhir. Bahkan di saat malaikat kecil kita telah tumbuh menjadi dewasa, mereka masih mendengarkan, masih berkonsultasi dengan kita dan masih meminta kita untuk men-support mereka.(Dita)



"A baby will make love stronger, days shorter, nights longer, bankroll smaller, home happier, clothes shabbier, the past forgotten and the future worth living for." (Anonymous)

Friday, January 05, 2007

Visit Us at www.keluargaku.com !!!

“Mampir ya ke blognya Rai!”
“Kalau mau tau tampang anakku, liat aja di website kami.”
“Nanti foto keluarganya kita kirim aja ya lewat e-mail.”

Anda pasti sudah tak asing lagi dengan kalimat-kalimat di atas. Kemajuan teknologi memang telah sangat membantu kita, dalam urusan pendokumentasian dan publikasi.

Suatu ketika, saat berkunjung ke rumah orangtua. Saya tersenyum-senyum sendiri, melihat onggokan album foto yang sudah berdebu. Saya buka satu persatu, menikmati kembali perjalanan masa kecil, yang diabadikan oleh orangtua saya, sambil sesekali bertanya pada Ibu tentang kisah-kisah dari foto-foto yang diambil. Beberapa foto terlihat sudah lepas dari rekatan di album. Ada juga foto yang sudah hilang. Tampak pula yang pinggirnya sudah keriting dan kuning-kuning, mungkin pernah terkena air. Belum lagi debu-debu yang membuat saya harus menggosok-gosok hidung berulang kali. Yah…kenangan masa kecil saya dalam sebuah album berdebu di pojok ruangan.

Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi berkembang pula dengan pesat. Dulu Ayah saya harus menunggu paling tidak dua hari, untuk bisa menikmati hasil fotonya. Sekarang, dengan adanya teknologi kamera digital, foto-foto yang saya ambil beberapa menit yang lalu, sudah dapat saya nikmati di layar komputer beberapa detik kemudian. Alternatif penyimpanannya pun cukup banyak. Bisa saya taruh di folder khusus foto-foto keluarga, saya simpan di dalam CD (compact disc) atau dalam album foto digital, atau bahkan album foto digital yang on-line dan bisa diakses orang banyak. Yang terakhir ini tentunya perlu teknologi internet.

Bicara soal internet, tentunya berbicara juga soal interaksi tanpa batas di dunia maya. Contohnya, ketika orangtua saya ingin sekali melihat foto-foto cucu mereka yang terbaru. Karena kendala jarak dan waktu, saya tinggal menyalakan koneksi ke internet, sebentar klik sana klik sini, kemudian tekan tombol “send”……..taaaarrrraaaaaaa!!! beberapa menit kemudian, orangtua saya sudah bisa menikmati foto-foto terbaru cucu mereka yang lucu. Jika ingin memajangnya dalam sebuah pigura foto, mereka tinggal membawa file yang telah saya kirim, ke tempat pemrosesan foto digital.

Tren lain dari teknologi internet, yang berkembang di kalangan keluarga muda sekarang adalah membuat website atau blog sebagai pusat dokumentasi, catatan harian atau jurnal kehidupan keluarga mereka. Berbeda dengan proses pembuatan website yang lebih rumit dan harus sedikit merogoh kocek, sekarang ada alternatif lain, yaitu dengan menggunakan blog yang sifatnya gratis, tanpa dikenakan biaya macam-macam. Tinggal kunjungi saja situs-situs blogger. Ikuti instruksi di dalamnya. Anda pun akan segera memiliki jurnal harian on-line, yang bisa diakses banyak orang. Saya rasa semua orang yang punya akses ke internet, bisa dengan mudah memanfaatkan teknologi ini.

Kalau dulu foto-foto dan kisah-kisah keluarga saya hanya bisa dinikmati kalangan terbatas, dengan adanya fasilitas website dan blog, orang-orang di belahan dunia lain yang tidak saya kenalpun dapat melihat isi blog milik saya. Mereka dapat melihat foto-foto keluarga kami. Orangtua dan teman-teman saya, juga tak akan ketinggalan jurnal harian perkembangan anak saya. Semuanya bisa mereka ikuti dari blog yang kami buat.

Selain memiliki fungsi dokumentasi, pembuatan blog atau website juga mempunyai fungsi publikasi. Saya menyebutnya sebagai “semi reality show.” Bagaimana tidak, sebagian sisi kehidupan pribadi saya dapat dilihat dan diketahui orang lain, melalui jurnal-jurnal yang saya tulis dan foto-foto yang saya letakkan di sana.

20 tahun lagi, mungkin anak saya, tak perlu lagi menggosok-gosok hidungnya yang gatal terkena debu, akibat membuka-buka album foto kenangan lama. Semua perjalanan dan perkembangan dalam hidupnya, berikut foto-fotonya, tersimpan dan terdokumentasikan dengan baik dalam format digital, dan juga terpublikasikan ke seluruh penjuru dunia. Semuanya menjadi mungkin, karena perkembangan teknologi yang makin pesat di jaman sekarang ini.(Dita)